Saat mendengar kata sufi, apa yang ada di pikiran kamu? Yup, Kebanyakan orang mungkin akan beranggapan kalau ini sejenis blog yang berniat menyerang pikiranmu dengan ajaran agama atau fatwa-fatwa tentang hijrah. Tapi, baca dulu sampai selesai!
Secara populer, sufisme memang dikenal sebagai keyakinan atau praktik mistis yang dilakukan oleh umat Islam untuk mendekatkan diri pada akhirat dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang bersifat duniawi. Tapi, bukan berarti praktik sufisme hanya bisa ditembus melalui salat, dzikir, dan mengaji.
Britannica menyebutkan bahwa sufisme adalah suatu keyakinan sekaligus praktik yang dilakukan untuk menemukan kebenaran cinta dan pengetahuan ilahi melalui pengalaman pribadi langsung dari Tuhan. Ah, kebanyakan yang merasa dirinya agnostik atau ateis pasti malas baca ini. Tapi, jangan berhenti dulu!
Menurut saya, kebenaran cinta dan pengetahuan ilahi atau bahkan pengalaman pribadi langsung dari Tuhan pun tidak melulu datang dari praktik baik yang muncul dari dasar agama. Selain salat dan dzikir di masjid, selain masuk ke gereja, selain bermeditasi di vihara, selain beribadah di pura, kamu juga bisa memiliki pengalaman langsung lewat banyak hal.
Misalnya, saat kamu sedang menunggu ojek online di depan mall sepulang belanja mungkin atau bahkan ketika kamu sedang asyik pacaran sama pacar kamu. Aih, bukan maksud saya berbicara tabu ya. Eh, tapi sufisme sendiri menurut saya adalah hal tabu. Iya, kan? Buktinya masih banyak orang yang malas berbicara soal sufisme. Buktinya, banyak orang yang masih kecelé saat dengar kata sufi. Tapi, itu kan menurut pengamatan saya. Mungkin lain lagi dengan pengamatan kamu.
Oke, kembali pada sufisme. Secara harfiah, sufisme berasal dari kata ṣūf yang dalam Bahasa Arab berarti “wol”. Wol ini dikenal sebagai pakaian para pertapa Islam yang juga dikenal sebagai orang miskin atau fakir. Tapi, zaman kan sudah berubah. Sekarang, para koruptor yang sebenarnya miskin itu pun sudah pakai baju mahal dan mewah. Setuju?
Tapi lagi, tahu nggak kalau ternyata akar dari mistisme Islam ini diduga berasal dari sumber non-Islam di Eropa Kuno, bahkan India. Secara tradisional, para cendekiawan berpendapat bahwa sufisme atau tasawuf berasal dari kebudayaan Islam pada abad pertama setelah kehidupan Nabi Muhammad. Namun, ada pula cendekiawan yang menelusuri akar tasawuf sebelum Islam melalui mistikus Kristen awal di Syria dan Mesir, komunitas Eseni, Pythagoras kuno, sekolah misteri masyarakat Mesir, hingga komunitas Zoroaster.
Seorang sufi bernama Inayat Khan telah melakukan penelitian untuk mengenali akar multiagama tasawuf dan relevansinya terhadap semua agama. Saat diinstruksikan untuk membawa tasawuf ke Barat pada 1907, ia mengartikulasikan sufisme sebagai “pesan kebebasan spiritual” yang merepresentasikan sifat tasawuf secara universal dan inklusif. Dalam catatannya, ia juga mengatakan, “Setiap zaman di dunia telah melihat jiwa-jiwa yang terbangun, dan karena tidak mungkin membatasi kebijaksanaan pada satu periode tertentu, maka tidak mungkin untuk menentukan asal mula tasawuf."
Untuk itu, tidak perlu lagilah kita berdebat soal sufisme atau tasawuf itu asal-muasalnya dari mana. Sebab dalam perkembangannya, istilah sufi yang berarti “orang suci” ini kemudian dipakai secara luas oleh masyarakat global, bukan hanya untuk tokoh agama tertentu, melainkan juga untuk orang-orang yang memiliki kematangan spiritual.
Inilah konteks yang saya tawarkan kepada publik. Ya, pada kamu. Kamu yang mungkin kini sedang gelisah karena tidak tahu harus melanjutkan langkah ke mana setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan yang sama dan membosankan atau kamu yang mungkin lelah bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memimpikan kebebasan semasa lajang, atau mungkin kamu yang selalu kesepian karena media sosialmu masih kering engagement.
Kemurnian. Itulah konteks pertama yang saya tawarkan kepada kalian, para perempuan urban yang mungkin rindu sesuatu yang lebih bermakna daripada sekadar gaji dua digit yang memeras tenaga dan pikiranmu, atau mamah muda yang mungkin rindu berjibaku dengan pilihan hidup selain mengurusi anak dan menyiapkan tetek-bengek kebutuhan suami sebelum dan sepulang bekerja.
Tapi, jangan salah paham! Blog ini bukan solusi. Blog ini hanya teman, ya teman berbagi untuk kamu yang kini sedang merindukan kemurnian jiwa. Teman yang bisa kamu ajak untuk berbicara tentang keyakinan, pemikiran, perasaan, dan segala macam hal yang mungkin hanya perempuan yang tahu.
Kenapa hanya perempuan?
Mungkin karena saya juga perempuan, atau mungkin karena jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, atau mungkin karena perempuan adalah sumber dari segala kehidupan. Apapun alasannya, inilah Perempuan Sufi!
Baru baca pengantarnya saja, saya sudah terpesona!
ReplyDeleteWah, terima kasih banyak Kak. Semoga suka juga dengan tulisan-tulisannya ya. Salam kenal
Delete