Saya bukan tipe orang yang gampang baper kalau lihat pasangan chat dengan mantan kekasihnya karena bagi saya, romantisme tidak berakhir hanya karena percakapan dua insan yang pernah merajut kasih saling bersilaturahmi. Itu saya, mungkin lain lagi dengan kamu. Tapi, ada satu hal yang bisa membikin saya baper dan berujung pada kemarahan, kekecewaan, atau kekhawatiran: kalau chat saya cuma di-read atau pembicaraan tidak ditutup dengan baik. Ada yang punya pengalaman serupa? Pasti banyak, dong!
Bagi sebagian orang, pernyataan yang tidak dibalas dalam sebuah percakapan teks (SMS atau DM atau apa pun) mungkin hal biasa yang tidak usah dibesar-besarkan untuk jadi masalah serius. Tapi, bagi saya, ini serius. Menyangkut harga diri, etika, perasaan, dan banyak lagi.
© Pixabay.com |
Pernah suatu hari, saya meminta tolong pada teman saya melalui chat yang cuma di-read. Bagaimana perasaan saya? Marah, karena dia tidak membalas chat saya. Berpikiran negatif, merasa kalau dia tidak mau membantu saya. Harga diri terinjak, karena saya meminta tolong dengan cara yang baik tanpa mendapat sedikit pun komentar dari teman saya.
Sejak saat itu, saya agak kesulitan untuk meminta bantuan lewat chat karena bisa jadi, semua perasaan dan pemikiran saya itu benar. Tapi, bisa jadi juga salah. Mungkin, dia tidak punya waktu untuk balas chat saya. Mungkin, dia sedang punya urusan penting sehingga mengabaikan pesan saya. Mungkin, dia sedang tidak dalam kondisi bisa membantu saya. Mungkin, dia bingung mau jawab apa. Dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi praduga sampai akhirnya kami bertemu dan saya tanya, “kok chat gue nggak dibalas?”
Di situlah saya tahu jawabannya, kalau dia sedang sakit dan yang membuka pesan saya adalah sang kakak.
Pengalaman itu menjadi pelajaran bagi saya untuk selalu menjawab pesan yang masuk dan mengakhirinya dengan cara yang baik. Kalau memang bosan dengan pembicaraannya, ya tinggal bilang saja, “Maaf ya, saya mau nyuci dulu.” beres! Tidak jadi prasangka, tidak jadi baper. Tapi kalau cuma di-read atau pura-pura nggak baca padahal sudah baca lewat pop-up notification, ya… ya… masalah bagi saya.
Bagi saya, ini bukan cuma soal pesan-yang-tidak-dibaca-lantas-jadi-baper, melainkan juga soal sensitivitas berbahasa. Percakapan di dalam teks, menurut saya, adalah alternatif komunikasi yang pada dasarnya sama saja dengan berbicara secara langsung. Itulah sebabnya, tanda baca menjadi penting untuk digunakan karena pada saat berkomunikasi lewat tulisan, tanda bacalah yang menggantikan gestur, intonasi, dan prasyarat komunikasi verbal lainnya. Apalagi, teknologi komunikasi saat ini sudah semakin membantu kita untuk memahami gestur dengan adanya emoji. Jadi, miskomunikasi bisa semakin berkurang jika kita mempergunakannya dengan semestinya.
Ngomong-ngomong soal sensitivitas berbahasa, saya pernah berkomunikasi dengan sahabat saya. Saat itu, saya mengirimi pesan dengan menggunakan tanda seru yang isinya, “Besok artikel harus udah ada, ya!”
Teman saya yang terlalu sensitif berbahasa itu akhirnya menelepon saya dan bertanya, “Kamu marah?”
Saya bingung, marah kenapa?
Di jawab, “Kok chat-nya pakai tanda seru?”
Ya, baik dia maupun saya tidak ada yang salah. Tanda seru memang digunakan untuk mengakhiri pernyataan berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi. Di sini letak perbedaan persepsinya. Saya menyatakan “kesungguhan”, sedangkan sahabat saya itu menerima pesan saya sebagai “emosi kemarahan”. Dan lagi-lagi, saya bersyukur teknologi komunikasi saat ini telah membantu kami meminimalisasi kesalahan berkomunikasi dengan menghadirkan emoji. Jadi, saya bisa tetap pakai tanda seru sambil menambahkan emoji senyum.
Kembali ke masalah chat yang tidak dibalas, menurut saya, ini adalah bagian dari kecerdasan linguistik atau kecerdasan berbahasa yang menurut Howard Gardner merupakan kemampuan untuk berbicara, mengartikulasikan, mengekspresikan, dan menyampaikan pemikiran dan perasaan seseorang ke dunia luar dalam satu atau lebih bahasa. Kecerdasan ini meliputi tingkat lisan dan tertulis, termasuk juga kemampuan untuk mendengar dan memahami orang lain. Jika kita punya kecerdasan linguistik yang baik, maka kita pun punya tingkat empati yang tinggi. Coba kalau kita yang ada di posisi mereka, baik-baik sajakah pesan tak berbalas itu?
Nah, kita semua pasti tahu kan kalau membalas pesan dan mengakhiri percakapan dengan baik adalah bagian dari etika berkomunikasi. Dan etika berkomunikasi adalah bagian dari proses berempati atau memahami orang lain. Kalau dengan klien atau atasan kita bisa berempati dengan cara menutup percakapan dengan baik dan sopan, kenapa dengan orang-orang terdekat malah nggak bisa? Padahal, orang-orang terdekat ini juga seyogianya mendapatkan perlakuan yang sama, dong. Masa kalah sama customer service! (nggak pakai emoji senyum)
Jadi, kalau pasangan kamu ngambek gara-gara kamu tiba-tiba ketiduran dan tidak mengakhiri percakapan dengan baik, bukan artinya dia posesif atau lebai. Bisa jadi, dia termasuk salah satu orang yang sensitif dalam berbahasa. Yuk, budidayakan membalas pesan dan mengakhiri percakapan dengan baik dari sekarang!
Karena hubungan yang baik dimulai dari percakapan yang baik.
“Communication - the human connection - is the key to personal and career success.” - Paul J. Meyer
Xixixi
ReplyDeleteKalau aku sih gak baper mb cuma semacam heran kalau di wa cuma di reas aj sedangkan status2ny d fb aktif tiap detik
Dr situ semacam... ohh yawess wkk
Wah, kalo itu mungkin #MenolakBaper. Hehe...
DeleteGak apa-apa di-read aja, setidaknya dia masih bisa baca. Wkwkwk
Terima kasih sudah berkunjung ke Rumah Sufi :-)
Bener... tapi saya termasuk orang yang berkepribadian sensitif jadi bila chatnya cuma diread atau bahkan gak diread sama sekali (diacuhkan) otomatis bikin perasaan dan hati ini rasanya sakit 😔
DeleteCoba komunikasikan dulu dengan orang yang Kakak chat. Kalo memang karakternya begitu, saatnya Kakak mengurangi sensitivitas dan overthinking Kakak. Semangat, ya 🌻
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSama seperti yang aku alami, kalau aku gak balas chat dari temen ku dia bakalan bilang gini : BALAS DONG JANGAN DIBACA SAJA. hmm apakah kalimat itu termasuk kalimat emosi, baper atau bagaimana?
ReplyDeleteOh ya yang bilang kalimat, BALAS DONG JANGAN DIBACA SAJA itu kebanyakan perempuan , kalau teman saya yang laki laki ,saya gak balas atau lambat balas mereka oke2 aja.
Halo, terima kasih sudah berkunjung dan berbagi pengalaman di laman #PerempuanSufi. Sesuai dengan tulisan di atas, Kak, rata-rata orang begitu karena sensitif berbahasa. Terus, kenapa kebanyakan perempuan ya karena kecerdasan linguistik perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.
DeleteJadi, ya kalau bisa sih sama-sama saling memahami aja. Kalau emang belum mau dibalas, jangan dulu dibaca. Win-win solution, kan? Hehe
Semoga jawabannya bisa nambah masukan positif ya, Kak.
Memang susah kalau orang yang mudah baperan haha������
ReplyDeleteTulisan blog nya bagus ����
ReplyDeleteJadi kepikiran aku salah apa ya kok chatku gak di bales��
ReplyDeleteoverthinking seharian☺
Halo, terima kasih sudah berkunjung. Nah bener banget, buat sebagian orang, ini jadi pertanyaan sendiri.
DeleteSaranku sih sebaiknya kita tanya aja langsung orangnya, kenapa chatnya nggak dibalas. Kalau alasannya diterima, ya tinggal bilang kita maunya bagaimana. Kalau alasannya nggak bisa diterima, saatnya move on dan jangan baper lagi. Hehe
Gua naksir cewek, eh si cewek malah mau ngejodohin gua dengan temennya, gua jawab gua maunya sama kmu, trus dia jawab lagi mau kamu ke aku gimana?
ReplyDeleteHehe, jadi ini ngejodohinnya lewat chat apa gimana? 😃
Deletebagus bgt tulisannya thank you for sharing :)
ReplyDeleteHalo, Ainun. Terima kasih sudah berkunjung dan mengapresiasi #PerempuanSufi. Salam hangat 😃
DeleteBagus tulisannya kak, sesuai sama kondisiku sekarang. Sepupu suami (cewek) usianya 21, sikapnya seperti itu. Chat WA saya tidak dibaca sampai berhari-hari. Padahal dia gak pernah lepas dari HP. Malahan sering update WA story dan Instagram. Karena udah lama dan sering banget kayak gitu. Terpaksa saya blokir nomor WA dia. Dia ngambek. Terserah, ah, tuman... :(
ReplyDeleteHalo, Kak. Terima kasih sudah berkunjung dan mengapresiasi #PerempuanSufi. Semoga makin banyak orang yang sadar pentingnya menghargai lawan bicara meski saat komunikasi secara virtual. Salam hangat 😃
DeleteHal yg kualami beberapa kali dari orang yg sama. Awalnya kupikir dia sibuk banget jadi ga sempat bales tapi nyatanya dia sanggup nulis status panjang lebar di FB. Bahkan waktu aku kirimin doa maupun ucapan selamat ultah dan berduka cita atas wafatnya suaminya, di kolom komen fb pun semua dibalas kecuali komenku. Kayaknya dia ada maunya aja baru ngechat.
ReplyDeleteHalo, Kak. Terima kasih sudah berkunjung dan berbagi dengan #PerempuanSufi. Semoga Kakak bisa menghadapi orang-orang tersebut dengan sabar dan bisa tetap berpikir positif serta menebarkan kebaikan kepada sesama, ya. Salam hangat 😃
Delete