Sewaktu kecil, ibu saya sering sekali menonton film India sehingga saya bisa hafal nama-nama aktor dan aktris India pada masa itu. Saat itu, film India sepertinya identik dengan ibu-ibu dan acara tangis-tangisan. Bagi sebagian orang, film Bollywood mungkin dianggap terlalu dramatis. Apalagi, India sangat hobi memasukkan nyanyian dan tarian di dalam setiap filmnya sehingga membuat sebagian orang merasa bosan saat menontonnya. Namun, saya melihat perkembangan perfilman di India dewasa ini cukup signifikan. Selain memiliki banyak aktor yang hebat, banyak sekali film India yang mengedepankan sisi humanisme dan tema-tema inklusif di dalamnya. Salah satunya adalah film yang saya tonton baru-baru ini: Pad Man.
Menstruasi dan tabu
Sebagian besar masyarakat India percaya bahwa perempuan yang sedang menstruasi adalah najis sehingga dilarang memasuki kuil, ambil bagian dalam upacara keagamaan, menyiapkan makanan tertentu, dan harus diam di luar rumah sampai habis masa menstruasi.
Film “Pad Man” bercerita tentang seorang suami yang ingin membelikan istrinya pembalut agar ia tetap sehat dan tidak perlu lagi mengenakan kain kotor selama menstruasi. Namun, harga pembalut yang cukup mahal membuat sang istri lebih memilih untuk tetap menggunakan kain saat menstruasi daripada harus menghabiskan uang yang mereka punya untuk membeli pembalut.
Sang suami yang bernama Laksmi kemudian berusaha membuat sendiri pembalut untuk istrinya. Ia mengumpulkan kapas, plastik, dan bahan lain yang ia pelajari setelah membuka satu pembalut yang ia beli dari apotek. Berhasil membuat satu pembalut, ia pun memberikan pembalut buatannya untuk dipakai oleh sang istri. Namun, ia gagal dan membuat istrinya enggan untuk menggunakan pembalut yang dibuatnya.
Selama berbulan-bulan, Lakshmi berusaha membuat pembalut dan meyakinkan semua perempuan di lingkungannya untuk menggunakan pembalut saat menstruasi. Bukannya membuat kaum perempuan mengerti, Lakshmi justru dianggap sebagai laki-laki tidak bermoral yang berpikiran cabul karena terus-menerus berurusan dengan pembalut dan menstruasi.
Cerita yang diangkat dalam film ini sepertinya tidak hanya terjadi di India. Di Indonesia sendiri, masih banyak orang yang menganggap menstruasi sebagai sesuatu yang menjijikkan. Bahkan, saya sendiri sempat merasa malu ketika ketahuan membeli pembalut oleh teman laki-laki saya sewaktu masih SMA dulu.
Pengarusutamaan gender
Saat ini, banyak negara yang telah memberlakukan pengarusutamaan gender dalam bidang kesehatan setelah menyadari bahwa perempuan memiliki banyak kebutuhan yang harus diperhatikan. Di Indonesia, salah satu pengarusutamaan gender ini sudah dibuktikan dengan adanya pemberian cuti haid bagi perempuan yang bekerja dan edukasi khusus bagi remaja perempuan di sekolah-sekolah menengah.
Kembali ke “Pad Man”, film yang dibintangi oleh Akshay Kumar ini tidak hanya berbicara soal tabu bagi perempuan India, tapi juga berbicara kepada seluruh perempuan di dunia tentang pentingnya membicarakan masalah menstruasi secara terbuka demi kepentingan masa depan perempuan itu sendiri.
Mengutip Forbes, film yang dirilis pada Februari 2018 ini mampu membuat banyak penonton mengacungkan jempol karena mengangkat topik yang sama sekali dianggap tidak mungkin untuk diangkat. Bahkan, sebagian besar penonton menyatakan apresiasi mereka terhadap film ini karena dianggap mampu memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya perempuan, untuk lebih memahami proses biologis yang mereka alami.
Menariknya lagi, perjuangan pengarusutamaan gender dalam film ini tidak hanya diperjuangkan oleh kaum perempuan, tetapi justru oleh seorang laki-laki. Hal ini mereprsentasikan bahwa pemenuhan hak atas perempuan bukan hanya tanggung jawab sesama perempuan, melainkan juga semua manusia.
Penghapusan stigma
Film “Pad Man” yang berakhir dengan kesuksesan Lakshmi dalam mengembangkan mesin pembuat pembalut dan memperoleh penghargaan Padma Shri tidak hanya menyisakan happy ending bagi penonton, tapi juga menyisakan pesan untuk menghapus stigma tentang perempuan dan tabu menstruasi di seluruh penjuru dunia.
Kurangnya kesadaran dan pendidikan terkait masalah biologis, serta akses sanitasi yang kurang merupakan masalah yang mayoritas dialami oleh kaum perempuan di sebagian wilayah terpencil di dunia. Termasuk Indonesia.
Bagi saya, film ini memberikan pencerahan kepada seluruh manusia untuk senantiasa menghargai perempuan sebagai entitas yang berharga, bukan sebagai kelompok marginal yang layak mendapat stigma. Karena perempuan adalah sumber kehidupan yang wajib kita jaga. Setuju?
“Big man, strong man, not making country strong. Woman strong, mother strong, sister strong, then country strong.” - Lakshmikant Chauhan
Jadi penasaran pengen nonton juga nih. Ini film baru?
ReplyDeleteFilm baru, Kak. Masih tahun 2018.
DeleteIya, Kak. Itu film tahun ini.
Delete