Saat mendengar kata “karma”, mungkin sebagian dari kita langsung berpikir tentang pembalasan atas kesalahan besar yang pernah dilakukan seseorang atau akibat yang harus kita rasakan karena telah melakukan kesalahan. Inilah yang kemudian membentuk energi negatif di pikiran manusia sehingga cenderung tenggelam dalam penyesalan.
© Matheus Bertelli from Pexels |
Apa itu karma?
Dalam bahasa Sansekerta, karma adalah perbuatan atau tindakan, bukan hanya apa yang kita lakukan, melainkan juga apa yang kita pikirkan dan ucapkan. Sebagian orang meyakini karma sebagai akibat dari masa lalu atau sebab yang menghasilkan akibat di masa depan.
Namun, Dadashri mengatakan bahwa buah karma bukanlah hukuman atau pembalasan, melainkan konsekuensi atas niat dan apa yang kita pikirkan. Menurutnya, karma lahir dari ketidaktahuan diri dan benih-benihnya ditaburkan di kehidupan lampau, sedangkan buahnya dituai di kehidupan saat ini.
Pada dasarnya, setiap orang mengalami karma dengan tingkat tertentu. Tapi, karma tidak datang sendirian. Ada banyak alasan kenapa karma itu ada. Dalam pembahasan kali ini, kita akan terlebih dulu bersepakat bahwa karma adalah sesuatu yang dihasilkan dari niat, pikiran, ucapan, atau tindakan yang kita lakukan.
Perjalanan ketidaktahuan diri
Dulu, saya pernah meragukan keadilan Tuhan karena sering kali mendapat perlakuan buruk yang menyakiti hati, pikiran, dan tubuh saya. Terkadang, dalam hati saya bertanya, “Apa yang pernah saya lakukan sehingga pantas mendapatkan penderitaan seperti ini? Jika karma itu ada, apa yang layak didapatkan oleh orang-orang yang telah menyakiti saya? Apakah mereka akan mendapat penderitaan dan rasa sakit yang setimpal?”
Untuk mengobati rasa sakit, saya pun menyerahkan karma pada semesta. “Biar Tuhan yang membalas.” Begitu ucap saya dalam hati setiap kali ada orang menyakiti saya.
Alih-alih terpuaskan dengan pembalasan Tuhan yang saya nanti-nantikan, saya justru semakin merasa sakit karena tidak melihat orang yang menyakiti saya mendapatkan karma buruk. Mereka tetap kelihatan hidup bahagia tanpa mengingat rasa sakit yang pernah saya alami.
Lagi-lagi, saya bertanya pada semesta, “Di mana keadilan Tuhan?”
Namun, bukan jawaban yang saya dapatkan. Setiap orang yang menyakiti saya tetap terlihat bahagia, sementara saya tetap merasa menderita. Dengan kemarahan, kebencian, dan kekecewaan yang saya punya, saya memutuskan untuk menjadi “tuhan” bagi diri saya sendiri dengan membalas semua karma yang saya pikir layak didapatkan oleh orang-orang yang telah menyakiti saya. Namun, lagi-lagi bukan kepuasan yang saya dapatkan, kesakitan dalam hati dan pikiran saya justru semakin merajalela.
Hingga pada tahap paling mengerikan dalam hidup saya, saya berserah pada Tuhan dan memaafkan semua orang yang pernah menyakiti hati saya. Dalam perjalanan kali ini, semesta merespon dengan cara berbeda. Setiap kali saya merasa tersakiti, maka saya akan mengampuni. Setiap kali saya menyakiti, maka saya akan menyesali. Pada tahap inilah karma memperlihatkan wujudnya.
Pada tahap ini pula, saya meyakini bahwa rasa sakit, picik, dendam, dan semua penyakit dalam hati dan pikiran saya adalah karma yang saya ciptakan sendiri. Inilah tabir ketidaktahuan yang berhasil saya singkap. Dalam perjalanan kali ini, saya mengamini bahwa karma bukanlah pembalasan, melainkan energi yang bergerak melingkupi semesta diri kita untuk kemudian termanifestasi dalam bentuk yang lebih nyata.
Bagaimana menghadapi karma?
Karma baik selalu dinantikan dan jarang dibicarakan karena setiap orang pasti akan dengan senang hati menerimanya. Tapi, apakah karma baik hanya lewat begitu saja tanpa pesan?
Setelah melintasi berbagai perjalanan spiritual, saya meyakini bahwa karma baik selalu menghasilkan sesuatu yang baik dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya, saya memberi uang pada pengemis dan berharap mendapat karma yang sama (mendapat uang). Tapi, karma tak sesederhana itu. Dalam karma baik, saya diajarkan untuk melihat rezeki bukan pada materi, melainkan pada pengetahuan diri. Dengan memberi, saya semakin terberkati. Itulah karma baik saya.
Lalu, bagaimana dengan karma buruk?
Ada kalanya, karma buruk membuahkan penyesalan yang mendalam. Tapi, apakah penyesalan cukup untuk membayar rasa sakit yang telah kita timbulkan? Tidak. Jika dalam karma baik saya katakan tidak sesederhana “mata dibalas mata”, maka dalam karma buruk saya berani mengatakan bahwa “karma tak semengerikan itu.”
Pada tahap tertentu, saya pernah mengalami sesuatu yang saya sebut karma paling menyedihkan. Ketika mengalami sesuatu yang buruk, saya cenderung merasa bahwa itulah karma saya. Pada saat itulah saya mulai menyesal, meminta maaf pada orang-orang yang mungkin pernah saya sakiti, serta memohon ampun kepada Tuhan karena pernah merasa tak berdosa.
Tapi, ada pelajaran penting lain yang justru lebih besar dari karma buruk itu sendiri: pengetahuan diri paling hakiki.
Memaknai karma buruk
Memaknai karma baik mungkin terasa lebih mudah ketimbang karma buruk. Tapi, sulitkah berdamai dengan karma buruk? Inilah hal-hal yang saya lakukan untuk berdamai dengan karma buruk.
#1: Mengidentifikasi karma
Mungkin kita pernah menemui kejadian pahit yang sama secara berulang dan bertanya-tanya, “Kenapa ini terus terjadi pada saya?” Inilah yang kita sebut pengetahuan tentang karma. Sama seperti manusia, energi, dan entitas semesta lainnya, karma juga perlu dikenali. Dengan mengenalinya, karma tidak perlu memperkenalkan diri berulang kali.
Jika di masa lalu kamu bertemu dengan orang yang katakanlah jahat dan kamu membalasnya dengan kejahatan setimpal, bukan tidak mungkin jika di masa mendatang kamu akan menemui orang berbeda dengan karakteristik yang sama. Bukan untuk membuatmu menderita, melainkan untuk membuatmu mengenalinya. Dengan mengenali karma, kamu tidak akan merespon orang tersebut dengan respon yang sama seperti kejadian sebelumnya. Maka, di sinilah pola karma akan berganti.
#2: Diam adalah emas
Semakin banyak penyangkalan, pembenaran, dan pembelaan terhadap diri sendiri, akan terasa semakin sulit kita menghadapi karma buruk. Dalam kondisi seperti ini, diam adalah emas. Saat karma buruk datang, terimalah. Setelah itu, barulah kita bisa melihat, mendengar, dan merasakan bagaimana karma datang membawa kesadaran diri, pengetahuan spiritual, dan pemahaman mengenai hakikat diri yang sebenarnya. Pada saat inilah saya melihat betapa besarnya Tuhan sehingga bisa menangkal semua ketakutan dan kecemasan yang saya alami.
#3: Bertanggung jawab
Saat kita menerima karma buruk, artinya kita telah mengakui kesalahan yang pernah kita lakukan. Inilah saatnya bertanggung jawab atas apa yang pernah kita lakukan dengan meminta maaf, memperbaiki kesalahan, dan melakukan lebih banyak kebaikan dalam hidup. Jika saat meminta maaf kamu tidak mendapatkan penerimaan maaf yang kamu harapkan, terimalah sebagai bagian dari tanggung jawabmu.
Tanggung jawab ini bukan untuk membuatmu merasa bersalah, terpuruk dalam penyesalan, atau memikirkan masa lalu setiap waktu, melainkan agar kamu bisa berjanji pada diri sendiri untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan bertindak di masa yang akan datang.
#4: Saatnya putuskan toxic relationship
Jangan biarkan orang-orang dengan energi negatif mengganggu penemuan hakikat dirimu! Kalau kamu merasa teman, pasangan, atau orang-orang di sekitarmu terus menerus menekanmu, saatnya kamu merelakan mereka untuk pergi.
Putuskan hubungan dengan cara yang baik dan berikan pemahaman kepada mereka bahwa kamu butuh ruang untuk memperbaiki diri. Batasi hubungan yang dianggap tidak mendatangkan kebaikan dalam hidupmu. Orang dengan energi positif akan bersama-sama memperbaiki diri, sedangkan orang-orang negatif akan mengecapmu sesuai dengan asumsi mereka. Biarkan keduanya terjadi sesuai alur semesta.
#5: Cintai dirimu dengan benar
Mungkin, dulu kita sempat berpikir bahwa mencintai diri sendiri adalah memenuhi semua ego dan keinginan. Tapi, setelah berdamai dengan karma buruk, kita akan mulai melihat self-love dengan cara yang berbeda. Mulailah dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, meditasi secara teratur, dan beribadah sesuai dengan keyakinan. Kalau kamu seorang agnostik, pastikan kamu tidak melukai pikiranmu dengan ide-ide rumit tentang kehidupan. Lihatlah kehidupan secara lebih sederhana.
#6: Sadari kelemahanmu
Dalam beberapa kasus karma buruk, sering kali seseorang lebih pandai menyenangkan orang lain, tapi lemah dalam memperlakukan diri sendiri. Inilah yang sering kali tidak disadari atau bahkan diabaikan.
Tahukah kamu kalau kelemahan ini adalah kekuatan rahasiamu. Mungkin, tidak seorang pun tahu bahwa kamu mendapat karma hanya karena berjuang membahagiakan orang lain dan melupakan diri sendiri. Tapi, inilah akibat yang harus kamu dapatkan ketika abai dengan diri sendiri. Berhentilah jadi “korban” atas kelemahanmu memperlakukan diri sendiri dan jadilah kekuatan bagi dirimu sendiri. Dengan begitu, kita akan mulai melihat bahwa karma tidak hanya ditimbulkan akibat kesalahan diri kita pada orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri.
#7: Singkirkan ego dan kesombongan spiritual
Ego adalah salah satu masalah terbesar dengan menjalani hidup. Sering kali kita percaya bahwa kita bisa memutuskan kehendak diri di luar kesadaran Ilahi. Saya sendiri pernah mengabaikan karma dan memilih untuk percaya terhadap apa yang saya kehendaki dan perjalanan yang akan saya ciptakan. Inilah yang saya sebut sebagai kesombongan spiritual, yaitu ketika kita merasa lebih memahami hidup kita sendiri dan mengabaikan kekuatan Ilahi.
Bukan cuma itu, menyalahkan orang lain atas karma yang kita dapatkan juga merupakan bagian dari ego dan kesombongan spiritual. Merasa diri lebih baik sehingga memaksa orang lain untuk bertanggung jawab atas karma yang kita terima adalah jalan pintas menuju keterpurukan. Dengan menyingkirkan ego dan kesombongan spiritual, kita akan lebih mudah mengenali pola karma, mengenali diri sendiri, dan memperbaiki hidup kita.
#8: Maafkan diri sendiri dan orang-orang yang menyakiti
Inilah yang sering kali terlupakan dalam proses menghapus karma. Memaafkan diri sendiri dan orang-orang yang telah menyakitimu mungkin akan terasa sulit di awal. Tapi, cobalah perlahan-lahan dan rasakan bagaimana energi positif melingkupi hidupmu ketika satu per satu kesalahan mulai termaafkan.
Selamat berdamai dengan karma buruk, selamat menuai karma baik!
Saya memahami artikel ini,karna saat ini saya merasakan karma buruk..mas/mbak bolehkah saya curhat???ni WA sayaa 082325406134
ReplyDeleteHalo, terima kasih sudah berkunjung ke laman #PerempuanSufi. Silakan bertanya via DM Instagram @perempuansufi, ya.
DeleteBaru kali ini nemu artikel yg benar2 masuk kedalam otak saya. Terimakasih..
ReplyDeleteHalo, terima kasih sudah membaca tulisan ini. Semoga karma baik selalu menyertaimu.
DeleteTrima kasih utk pemaparannya.. sy merasa bangun dari mimpi yg panjang.
ReplyDeleteKembali kasih, Kak. Semoga senantiasa semangat dan dilimpahkan kebahagiaan 🌻
DeleteKembali kasih, Kak.
ReplyDelete