Sejak kecil, saya mendapat doktrin untuk tidak bergaul dengan lesbian karena lesbian itu “menular”. Sejak kecil, lingkungan “mengajari” saya untuk membenci waria karena mereka menyalahi kodrat. Sejak kecil, budaya tempat saya tinggal “menasihati” saya agar menjadi perempuan sempurna agar tidak menjadi hina.
Ketika dewasa, saya menemui berbagai macam orang dari berbagai latar belakang sehingga mengalami culture shock saat harus bertemu dengan orang-orang yang berbeda keyakinan dan orientasi seksual dengan saya.
Tapi, pengalaman inilah yang justru mengantarkan saya pada tahap pengenalan kemanusiaan. Pengalaman inilah yang mengajari saya bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya, yang tidak hanya berempati terhadap diri sendiri, tapi juga kepada seluruh makhluk di muka bumi ini.
Menyoal Femmephobia © Markus Spiske by Pexels |
Berawal dari misogini
Misogini adalah kebencian atau prasangka yang kuat terhadap kaum perempuan. Mengutip Science Daily, misogini biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan, meskipun ada juga perempuan yang mempunyai pandangan tersebut. Seorang misoginis tidak mudah dikenali karena sering kali muncul dengan sikap pro perempuan.
Menurut Psychology Today, misoginis sering kali tidak menyadari kecenderungan mereka untuk membenci perempuan karena trauma yang mereka dapatkan dari sesama perempuan, seperti ibu, kakak atau adik perempuan, dan pihak lain yang berjenis kelamin perempuan. Trauma inilah yang kemudian tertanam di otak seseorang sehingga membentuk pikiran, emosi, hingga kemampuannya dalam membuat keputusan rasional.
Baca juga: Kenapa Orang Benci Feminisme?
Secara historis, laki-laki dianggap sebagai manusia dengan berbagai keistimewaan (kekuatan fisik dan hegemoni), sedangkan perempuan dianggap manusia kelas dua karena harus mengalami kekurangan dan menanggung beban seperti melahirkan dan merawat anak-anak juga laki-laki.
Mengutip Beritagar, misogini pada dasarnya berakar dari rasa takut kehilangan hak, kekuatan, keuntungan menjadi laki-laki, dan lain sebagainya. Oleh karena itulah maka seorang misoginis akan menjadikan perempuan sebagai objek atau lawan. Misoginis cenderung mengalami perubahan sikap dari baik menjadi jahat atau sebaliknya dalam waktu singkat, memperlakukan perempuan dan laki-laki dengan cara yang berbeda, cenderung bersikap sombong, egois, mengontrol, dan sangat kompetitif terhadap perempuan sehingga ia akan merasa gagal ketika ada perempuan yang mempunyai kemampuan lebih baik dari dirinya.
Misogini yang membenci kaum perempuan kemudian bertransformasi menjadi femmephobia, yaitu kebencian yang tidak hanya diarahkan kepada perempuan, tetapi manusia lain yang memiliki sikap feminin atau pro feminitas (seperti waria atau gay).
Femmephobia sejak dalam kandungan
Femmephobia telah ada sejak lama, yaitu sejak budaya memperlakukan anak laki-laki sebagai sosok yang lebih istimewa ketimbang perempuan sehingga segala sesuatu yang dianggap berbau perempuan dianggap tidak layak dikonsumsi oleh anak laki-laki.
Sebagai contoh, anak laki-laki dilarang memainkan permainan perempuan seperti boneka, segala sesuatu berwarna pink, aksesori yang berkilauan, bunga-bunga, dan benda-benda lain yang dianggap feminin. Bahkan, anak laki-laki juga mengalami pembatasan penyaluran emosi sehingga mereka dilarang menangis karena menangis sama dengan feminin dan feminin sama dengan lemah.
Baca juga: Dalam Penciptaan Hawa, Tuhan Tak Patriarkis
Dalam SJWiki, disebutkan juga bahwa femmephobia erat kaitannya dengan kebencian terhadap LGBT. Laki-laki yang feminin dan profeminitas sering kali dianggap memperburuk citra kaum laki-laki karena doktrin maskulinitas yang dilahirkan budaya patriarki dan misogini. Ironisnya, perempuan yang bertransisi menjadi laki-laki sering kali dianggap lebih istimewa ketimbang transpuan atau waria.
Dalam Everyday Feminism, disebutkan bahwa laki-laki trans akan mendapatkan kenaikan gaji sebanyak tujuh persen, sedangkan transpuan mengalami penurunan gaji rata-rata sebesar 32 persen. Sementara itu, ahli saraf dan transgender Ben Barres mencatat bahwa orang-orang menganggap pekerjaannya jauh lebih tinggi jika mereka tidak tahu kalau dia transgender.
Oleh karena itu, laki-laki trans sering kali lebih mampu membaur dengan orang lain ketimbang transpuan karena kebanyakan dari mereka bisa “menyembunyikan” identitas dan ekspresinya ketimbang transpuan.
Intinya, feminitas dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan lemah, sedangkan maskulinitas dianggap sebagai sesuatu yang kuat dan tidak layak dicemari oleh tangan-tangan feminitas.
Pada akhirnya, kemanusiaan tidak lagi dilihat dari bagaimana seseorang berbuat baik terhadap sesama dan lingkungannya, tetapi bagaimana seorang perempuan harus taat kepada peraturan yang telah dikonstruksi lingkungan agar tidak menjadi public enemy.
Ketika femmephobia dilanggengkan, maka penindasan kepada kaum perempuan dan profeminitas akan semakin meningkat. Kekerasan terhadap anak, perempuan, dan kelompok LGBT dianggap wajar sehingga tidak heran jika dewasa ini kasus kekerasan mencuat dan membutakan manusia sehingga lupa caranya menjadi manusia.
Let's open our eyes, hearts and minds to humanity!
Comments
Post a Comment