Skip to main content

Bertualang Semalam, dari Lagu “Blue Bayou” sampai Filosofi Hell is Other People

Suatu hari, di tengah November 2019, saya mengalami serangan panik karena merasa tidak ada seorang pun yang peduli pada saya. Saat itu, pasangan saya sedang asyik dengan dunianya, dunia yang mungkin di dalamnya tidak ada saya. Sementara itu, beberapa teman baik saya sedang sibuk dengan masalah tak-ada-uang-bikin-pening atau pasangan-bikin-pusing sehingga tidak satu pesan teks pun saya terima.
Berkutat dengan kesepian memang bukan hal mudah, meski Afrizal Malna (penyair kesayangan saya) pernah berkata, “Manusia itu keningnya pucat dan kesepian.
Di tengah puncak kesepian saya malam itu, kembali saya teringat masa-masa lalu saya yang mengerikan. Mulai dari kehilangan sahabat yang meninggal di usia muda, kehilangan anak yang baru lahir dari kandungan, kehilangan pasangan hanya karena kami tak sanggup menahan luka saat bermain api, sampai kehilangan diri sendiri yang sampai hari itu masih saja sering mengulas duka.
Jika sebelumnya saya sering mendengarkan lagu-lagu melankolis untuk menuntaskan kesepian, maka malam itu berbeda. Sebelumnya, saya akan langsung membabat habis lagu-lagu nostalgia supaya air mata bisa segera habis tak berbekas dan kesepian bisa tuntas dalam semalam. 
Malam itu, saya memilih untuk menonton YouTube dan berharap bisa mendapat sedikit hiburan dari ragam acara reality show yang dihadirkan para youtuber milenial.
Berjam-jam saya berjibaku dengan YouTube sampai akhirnya saya bertemu dengan sebuah lagu yang memberikan efek sinestesia. Judulnya “Blue Bayou”, yang dinyanyikan oleh Alisan Porter. Saat itu, lirik tidaklah penting. Yang penting adalah bagaimana lagu ini bisa mencerahkan suasana hati saya yang sedang muram dan berhasil menyibukkan saya dengan menghafal lirik lagu tersebut sehingga keesokan harinya saya bisa menyanyikan lagu ini dengan riang.
Lagu Blue Bayou
Kesepian © Neosiam 2020 from Pexels
Sinestesia dalam lagu “Blue Bayou”
Saya bukan pengamat musik, tapi bisa mendengar sekaligus merasakan banyak hal dari lagu ini. Saat pertama kali mendengar dentuman bass-nya, saya merasa bahwa lagu ini tidak semata-mata hadir untuk menghibur, tetapi juga untuk menumbuhkan sisi lain dari diri saya.
Saya percaya bahwa musik adalah media untuk menghubungkan manusia sebagai mikrokosmos dengan semesta sebagai makrokosmos. Saat mendengarkan musik, manusia tidak hanya menghibur dirinya sendiri, tapi juga terhubung dengan semesta. Inilah efek sinestesia yang saya rasakan dari lagu tersebut. 
Penasaran dengan sinestesia yang tiba-tiba mengubah emosi negatif menjadi positif dan membuat kesepian berubah menjadi semangat membuat saya ingin mengenal lebih dalam lirik lagu ini. Saya pun kemudian mencari lirik utuhnya dan menemukan bahwa lagu ini memang berbicara soal kesepian dari sudut pandang lain.
I feel so bad I got a worried mind, I'm so lonesome all the time
Since I left my baby behind 
On Blue Bayou
Saving nickels, saving dimes
Working til the sun don't shine
Looking forward to happier times
On Blue Bayou
I'm going back someday
Come what may to Blue Bayou
Where the folks are fun and the world is mine
On Blue Bayou
Where those fishing boats with their sails afloat
If I could only see, that familiar sunrise
Through sleepy eyes, how happy I'd be
Gonna see my baby again
Gonna be with some of my friends
Maybe I'll feel better again
On Blue Bayou
Mengutip American Songwriter, lagu yang ditulis oleh Roy Orbison dan Joe Melson serta menjadi populer setelah dinyanyikan oleh Linda Ronstadt ini memang diciptakan sebagai balada muram yang merindukan masa-masa yang lebih sederhana.
Setelah mendalami liriknya, barulah saya sadar kenapa bisa terhubung dengan lagu lawas tersebut. Begitulah mungkin semesta berbicara. Ketika tidak seorang pun hadir, maka kerinduan akan masa-masa bahagia hanya akan termanifestasi dalam bentuk paling sederhana sekaligus menyakitkan: kesepian.
Seketika saya menyadari bahwa saya tengah merindukan kebahagiaan. Saya tengah kehilangan diri sendiri dan merindukan diri saya yang bahagia: diri saya yang bebas. Bebas dari belenggu, keterikatan dengan manusia lain, juga perasaan-perasaan semu yang sering kali hadir dalam bentuk kesepian.
Hell is other people, kesadaran spiritual atas kebebasan diri
Berbicara soal rindu dan kesepian tidak pernah lepas dari relasi antara diri sendiri dan orang lain. Merindukan sebuah momen pun bahkan tidak lepas dari relasi tersebut sehingga sering kali ketika kita merindukan orang lain dan merasa kesepian karena kerinduan yang tidak bisa dituntaskan, maka kita akan menyalahkan orang lain (atau bahkan memarahi orang tersebut) karena dianggap “biang keladi” rasa rindu dan kesepian ini.
Begitu pun saya. Semalam ketika kesepian membuncah, saya menyalahkan orang-orang terdekat saya karena tidak hadir untuk sekadar bertegur sapa atau mengirim pesan singkat untuk menyemangati saya. Saya menyalahkan orang-orang yang dianggap bersalah pada masa lalu saya sehingga saya masih saja merasa sedih saat mengingatnya. Alih-alih membuat rindu tersampaikan dan kesepian terobati dengan baik, menyalahkan orang lain dalam hal ini malah memperparah emosi negatif dalam diri saya.
Ketidakadilan, rasa terpinggirkan, sampai melupakan diri sendiri menjadi hal yang tidak bisa terelakkan ketika manusia hidup dengan menggantungkan dirinya pada orang lain. Inilah yang oleh Sartre disebut hell is other people (orang-orang adalah neraka bagiku). Sepintas, filosofi tersebut mungkin memperlihatkan bahwa kita sebagai “aku” merupakan entitas terpenting dalam relasi. 
Tapi, dalam The Philosophy of Sartre, disebutkan bahwa hell is other people bukan dipahami sebagai tindakan sewenang-wenang terhadap orang lain, melainkan pandangan yang menuntut “aku” untuk bertanggung jawab terhadap orang lain. Di sini, kebebasan manusia tidak dipandang sebagai tindakan semaunya, melainkan sebagai kebebasan yang diperoleh melalui kesadaran penuh dan otentik. Artinya, meski kehadiran orang lain sangat tidak menyenangkan, hal itu harus tetap dihargai sebagai proses seseorang untuk menemukan dirinya sendiri.
Jadi, saat seseorang mengalami kesepian dan cenderung menyalahkan orang lain atas apa yang dialaminya, artinya orang tersebut belum sepenuhnya memahami bahwa “aku” adalah entitas penting yang bukan dipandang sebagai “objek”, melainkan “subjek”. Subjek untuk menghargai orang lain, menghargai proses hidup, dan tentu saja menghargai dirinya sendiri. Dengan kata lain, kita tak bisa menyalahkan atau bergantung pada orang lain atas kesedihan dan kebahagiaan yang kita alami.
Selesai mendengar lagu "Blue bayou", saya kembali tersenyum dan menangkap efek sinestesia lain, yaitu semangat untuk menuliskan hal-hal yang saya rindukan: kamu dan kita di masa lalu.
Selamat hari Minggu!

Comments

  1. Lagu memang memiliki pengaruh besar ya terhadap mood kita...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget, makanya harus pinter-pinter pilih lagu yang bisa boost energi positif.

      Btw, terima kasih ya sudah berkunjung ke laman #PerempuanSufi 🌻

      Delete

Post a Comment

Bacaan Populer

Spiritual Awakening, Apakah Kamu Sedang Mengalaminya?

Bagi sebagian orang, istilah spiritual awakening mungkin terdengar asing. Tapi, bisa jadi mereka semua pernah atau bahkan sedang mengalaminya. Beberapa orang menyebutnya dengan istilah “pencerahan” atau “kebangkitan spiritual”, sebagian lagi menyebutnya “kesadaran spiritual”. Dalam tulisan ini, saya akan menyebutnya sebagai kesadaran spiritual karena bagi saya, setiap orang sudah mengalami perjalanan spiritual sejak lahir. Namun, tidak semua orang menyadarinya.  Sebagian orang mungkin akan merasakan kedamaian tersendiri saat mengalaminya, tapi ada juga sebagian orang yang justru merasakan hal-hal lain di luar kendali, seperti merasa ada yang berbeda dengan dirinya sendiri, kemelut pikiran dan hati, sampai merasakan adanya gangguan mental yang sering kali dianggap sebagai penyakit. Untuk lebih memahaminya, mari kita perjelas dulu batasan kesadaran spiritual ini! Spiritual Awakening © Retha Ferguson via Pexels Apa itu kesadaran spiritual? Ketika seseorang melalui kesadar...

Apakah Kamu Seorang Empath?

Pernah merasa cemas, sedih, atau marah tanpa sebab yang pasti? Atau bahkan merasakan gejala fisik yang kuat tanpa alasan logis? Mungkin, kamu adalah seorang empath. Sebelum mengenal diri saya sebagai empath, saya selalu merasa ada yang salah dengan diri saya. Terlebih, saya juga pernah disinyalir menderita kepribadian ganda di usia muda. Namun, pada saat itu, saya berpikir bahwa itu hanya sebagian kisah dari pencarian jati diri. Setelah berkelana sampai ke palung diri yang paling dalam dan bertemu sesama empath, saya pun sadar bahwa kami punya gift yang cukup unik dan mungkin tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Sebelum mengenal diksi empath, saya lebih sering menyebut diri saya sebagai “energian”, yaitu orang yang punya sensitivitas tinggi terhadap energi. © Pixabay via Pexels Empath dan HSP Empath adalah orang yang sangat peka terhadap emosi orang-orang di sekitarnya sehingga merasakan emosi tersebut di dalam dirinya. Seorang empath cenderung melihat dunia secara berb...

Bukan Cuma Indigo yang Punya Sixth Sense

Beberapa kali saya tidak sengaja meramal kedatangan bencana atau kematian dan sering kali pula saya mengajukan pernyataan yang tepat saat pertama kali bertemu dengan orang-orang baru. Respon mereka rata-rata sama. Sama-sama bertanya, “Kamu indigo?” Padahal, tidak semua orang yang memiliki sixth sense atau indera keenam termasuk ke dalam kategori indigo. Ada juga beberapa jenis karakteristik jiwa yang dianugerahi kelebihan serupa. Nah, kalau kamu juga merasa atau sering disebut indigo, coba kenali karakteristikmu yang sesungguhnya. Apakah memang benar-benar indigo atau bukan.  © Pexels #1: Indigo Istilah anak indigo muncul pada era 1960-an dan 1970-an, periode revolusioner ketika terjadi perubahan dalam kesadaran dunia. Orang-orang indigo adalah orang yang tenang dan cinta damai. Mereka tidak menggunakan kekerasan untuk menaklukkan energi negatif, melainkan cahaya yang kemudian kita sebut aura. Mereka sangat sensitif baik secara emosional maupun lingkungan, serta dila...

Past Life Bukan Omong Kosong, Ini 11 Tanda Kamu Pernah Mengalaminya

Ketika kita memahami reinkarnasi sebagai pendewasaan atau evolusi energi jiwa, sebagian dari kita secara intuitif mengalami hal-hal yang berbeda dalam hidup yang mencerminkan usia energi yang dikenal sebagai jiwa.  Semakin kita dewasa, semakin kita berbakat dalam bidang kehidupan tertentu, maka semakin sering pula kita mengalami pengalaman kebangkitan spiritual. Berikut ini adalah beberapa tanda kalau kamu pernah bereinkarnasi. Past Life © Mike via Pexels #1: Mimpi berulang Mimpi adalah cerminan dari pikiran alam bawah sadar, sedangkan mimpi berulang-ulang kadang-kadang menandakan trauma, ketakutan, atau masalah yang sedang diproses oleh otak sebagai “urusan yang belum selesai”.  Mimpi berulang berpotensi menjadi refleksi dari pengalaman kehidupan masa lalu. Banyak orang mengklaim telah mengalami peristiwa tertentu, melihat orang tertentu, atau sering pergi ke tempat-tempat tertentu dalam mimpi mereka yang terasa sangat familiar.  Misalnya, saya sering kali...

Dalam Penciptaan Hawa, Tuhan Tak Patriarkis

Baru-baru ini, teman baik saya mengirimkan thread Twitter soal Hawa yang mendorong saya untuk kemudian mengenal perempuan pertama di muka bumi ini secara lebih dekat.  Sebagian dari kita mungkin sudah mendengar kisah bagaimana Adam diciptakan dan diperkenalkan kepada makhluk Tuhan lainnya semasa di surga. Bahkan, beberapa literatur menyebutkan bahwa Adam hidup sampai 930 tahun. Lalu, bagaimana dengan Hawa? Bagaimana ia diciptakan, diturunkan ke bumi, sampai akhirnya melahirkan manusia-manusia lainnya di muka bumi ini? © Luis Quintero from Pexels Benarkah Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam? Menurut tradisi Yahudi , Adam dikecam sebelum dia dipertemukan dengan Hawa. Dalam buku abad pertengahan yang berjudul The Alphabet of Ben-Sira, disebutkan bahwa istri pertama Adam adalah Lilith yang marah dan kemudian bersekutu dengan setan sehingga Tuhan mengecamnya dan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Konsep inilah yang kemudian mengonstruksi anggapan bahwa Hawa (perempu...