Saya sering kali “terjebak” dalam lingkaran energi misterius yang entah datang dari mana. Salah satunya ketika energi Kurt Cobain mencolek energi saya tiap kali dia atau anaknya berulang tahun.
Saya tidak pernah benar-benar menjadi fanatik terhadap Cobain ataupun anaknya. Tapi, hampir setiap tahun saya selalu “diingatkan” untuk mengingat hari lahir Cobain (yang kebetulan tanggal lahirnya sama dengan almarhum adik saya) dan Frances Bean Cobain.
Beberapa tahun lalu, saya tiba-tiba teringat Cobain dan mencari tahu tentang kehidupannya. Tapi, tidak sepenuhnya, hanya sampai pada penemuan film dokumenter berjudul Kurt Cobain: Montage of Heck.
Beberapa tahun kemudian, saya “diingatkan” kembali untuk mengingatnya dengan mengunjungi sebuah situs yang di dalamnya terdapat berita utama terkait kehidupan Frances Bean Cobain. Setelah googling, barulah saya tahu kalau hari itu Frances sedang berulang tahun. Saya pun bilang kalau ayahnya titip pesan pada saya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
Ada respon? Tentu tidak! 🤣
Tahun-tahun berikutnya, saya sering “diingatkan” tentang ulang tahun Frances dengan cara serupa sampai pada hari tulisan ini dibuat (18 Agustus 2020) dan baru selesai malam ini, saya kembali “diingatkan”. Ah, sebentar lagi ulang tahunmu.
Ini bukan soal Frances sebenarnya, melainkan Cobain yang masih meninggalkan jejak-jejak energi yang mungkin mesti diteruskan pada generasi kita. Sebagai empath, saya hanya bisa bilang beginilah salah satu cara saya berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah meninggal.
Oke, jadi, hari ini saya tiba-tiba menemukan sebuah kutipan Cobain yang berbunyi:
“Aku sejatinya adalah seorang feminis. Aku muak dengan cara perempuan diperlakukan. Kita sekarang di tahun 1993, tetapi banyak berpikir ala 1950-an. Kita butuh banyak kemajuan. Kita butuh lebih banyak musisi perempuan, lebih banyak artis perempuan, dan lebih banyak penulis perempuan.”
Dari situlah muncul keinginan saya untuk menelisik lebih jauh bagaimana karya-karyanya dan sudut pandangnya sebagai feminis.
Kurt Cobain © Matamatamusik |
Dekonstruksi rock dan maskulinitas rapuh
Bagi sebagian orang, rock masih menjadi musik yang maskulin sehingga perempuan rocker dianggap keren, sedangkan rocker menangis dianggap cengeng. Tapi, Cobain telah mendekonstruksi mitos ini jauh sebelum masyarakat global gandrung dengan isu kesetaraan gender seperti sekarang.
Pada 1990-an, Cobain menyuarakan berbagai bentuk kritik atas sikap kaum muda yang apatis dan mengajak mereka untuk melawan ketidaksetaraan gender, rasisme, dan homofobia melalui lagu-lagunya.
Selain kutipan yang sudah saya sebutkan di atas, ada beberapa kutipan lain yang menunjukkan kalau Cobain seorang feminis.
“Pemerkosaan adalah kejahatan paling mengerikan di muka bumi ini dan itu terjadi hampir setiap menit. Masalahnya, kelompok yang berusaha mengatasi pemerkosaan berusaha mendidik perempuan tentang bagaimana membela diri. Padahal, yang diperlukan adalah mengajari laki-laki untuk tidak memerkosa. Pergilah ke akar masalah dan mulailah dari situ.”
Pernyataan tersebut dilontarkan Cobain kepada majalah NME pada 1991. Menurutnya, keharusan bagi perempuan untuk menjaga diri agar tidak diperkosa sama saja dengan menyalahkan perempuan dalam kasus pemerkosaan. Cobain dengan keras menolak anggapan bahwa pemerkosaan lahir karena kelemahan atau bahkan pakaian perempuan. Baginya, anggapan laki-laki yang menganggap perempuan sekadar objek pemenuhan kebutuhan seksuallah yang mengakibatkan pemerkosaan terjadi.
Selain itu, Cobain juga menulis berbagai lirik lagu yang merepresentasikan isu-isu feminis. Salah satunya adalah Polly, yaitu lagu yang bercerita tentang penculikan, pemerkosaan, dan penyiksaan terhadap seorang gadis berusia 14 tahun yang digambarkan dengan sudut pandang si pemerkosa. Lagu ini ditulis Cobain setelah membaca berita tentang gadis tersebut di surat kabar.
Dalam lagunya yang berjudul Territorial Pissings, Cobain juga mencoba untuk mendekonstruksi mitos penyanyi rock yang identik dengan seksisme dan memperlihatkan rasa hormatnya kepada kaum perempuan melalui lirik, “Never met a wise man, if so it’s a woman.”
Kemanusiaan di mana pun
“Jika ada di antara kalian ada yang dengan cara apa pun membenci homoseksual, orang dengan warna kulit berbeda, atau perempuan, tolong lakukan yang satu ini untuk kami: tinggalkan kami! Jangan pernah datang ke acara kami dan jangan membeli rekaman kami.”
Pernyataan tersebut ditulis Cobain dalam catatan pengantar album Incesticide, 1992, tanpa takut kehilangan penggemarnya. Hal ini dilakukan karena Cobain menganggap bahwa kemanusiaan lebih penting daripada popularitas.
“Generasiku apatis, aku muak dengan ini. Aku muak dengan diriku sendiri yang apatis, yang lemah dan tidak selalu berdiri menentang rasisme, seksisme, dan semua -isme lainnya..”
Di setiap kesempatan, Cobain selalu menaruh perhatian terhadap humanisme. Termasuk pernyataan yang keluar dari mulutnya saat mengomentari album Nevermind pada 1991. Salah satu lagunya yang berjudul Smell Like Teen Spirit didedikasikan untuk kaum muda agar tidak apatis dalam melihat dunia dan bisa keluar untuk memperbaiki keadaan.
Mengutip Gomag.com, Cobain memang layak mendapatkan status sebagai grunge legend dan sosok ikonik dalam musik rock Amerika. Tapi, dia ingin dikenal lebih dari itu: seorang laki-laki yang berusaha menggunakan kesuksesannya sebagai platform untuk mengadvokasi dan membantu memajukan orang-orang dan kelompok marginal. Dan untuk itulah kita mengingat dan merayakannya.
Setelah membaca kalimat terakhir, akhirnya saya tahu apa yang hendak disampaikan Cobain selama beberapa tahun ke belakang: kita semua manusia yang setara.
Comments
Post a Comment