Sejak kecil, keluarga besar saya mengharamkan kami untuk mengucapkan selamat Natal atau hari besar agama lain kepada siapa pun yang merayakannya. Mungkin, kamu sudah tahu dalil apa yang melatarbelakangi larangan tersebut. Kalau belum tahu, silakan googling ya!
Beranjak remaja, saya memiliki seorang sahabat beragama Katolik. Setiap kali saya merayakan Idulfitri atau Iduladha, dia tidak pernah kelewat mengucapkan selamat pada saya dan teman-teman muslim lainnya. Lantas, apakah seyogianya saya mengucapkan selamat Natal saat ia merayakannya? Akankah saya berdosa jika melakukannya?
Muslim mengucapkan Natal © Irina Iriser from Pexels |
Terlepas dari bagaimana sejarah Natal dimulai beserta polemiknya, pada hari ini, banyak orang berkeyakinan bahwa Natal merupakan momen sakral untuk memperingati kelahiran Yesus. Dengan begitu, kelahiran Mesias ini perlu dirayakan dengan sukacita. Dalam perayaan inilah semua doa diamini, semua kebahagiaan dipendarkan.
Jika manusia lain berbahagia, apakah kita berdosa jika memberikan selamat atas kebahagiaan mereka? Jika dalam doa-doa mereka ada nama kita disebut sebagai manusia yang dimohonkan untuk bahagia dan sejahtera, apakah kita berdosa jika mengucapkan selamat pada mereka?
Mungkin benar apa kata teori intelektualistik, kepercayaan adalah tindakan kognitif yang buktinya diyakini benar. Tapi, bisa jadi benar juga apa kata teori perasaan bahwa kepercayaan datang dari perasaan tentang benar dan salah.
Jika begitu, apakah keyakinan kita tentang “larangan mengucapkan Natal adalah dosa” itu benar? Jika kita berpegang teguh pada teori intelektualistik, maka kita tentu perlu mencari pembuktian terlebih dahulu sebelum mengiyakan. Jika bersandar pada teori perasaan, ya sudah ikuti saja hati nurani.
“Toleransi sih toleransi, tapi ya jangan kebablasan.”
Hmm, toleransi yang bablas itu yang seperti apa sih? Apakah saat bertoleransi kita ikut serta berkeyakinan sama dengan orang yang kita beri toleransi? Apakah dengan mengucapkan selamat Natal serta-merta kita jadi ikut mengamini keyakinan mereka yang merayakannya?
Toleransi itu kan batas ukur yang bisa diterima. Ya kalau mengucapkan selamat Natal saja sudah masuk toleransi yang kebablasan, toleransi seperti apa yang nggak bablas? Mungkin, toleransi untuk menggunjing orang yang tidak seiman dan sepaham. Mungkin, toleransi untuk mengatai orang-orang tersebut kafir. Mungkin, toleransi untuk bilang semua muslim yang mengucapkan selamat Natal itu berdosa. Ya, mungkin toleransi semacam itu yang bisa dibilang nggak bablas ya?
Bagi saya, keyakinan pada Tuhan sama halnya dengan cinta. Menurut sebagian orang, mungkin cinta bisa dibuktikan dengan kata-kata. Tapi, bagi sebagian orang lagi, cinta harus dibuktikan dengan tata laku. Bagi sebagian dari sebagian yang lain lagi, mungkin cinta hanya bisa dirasakan dan diyakini. Jadi, sah-sah saja mau manut yang mana, toh setiap orang juga punya bahasa cinta yang berbeda.
Lagipula, jangankan punya agama atau keyakinan berbeda, kita yang seagama pun belum tentu punya niat dan doa yang sama saat sama-sama merayakan dan mengucapkan “Selamat Idulfitri”, kan?
Jadi, ngikut kata Iwan Fals saja, masalah moral-masalah akhlak-biar kami cari sendiri. Selesai?
Selamat Natal bagi Sahabat Sufi yang merayakan! Semoga damai dan bahagia menyertai kita semua.
Nice ka pandaq
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung ke laman #PerempuanSufi 🌻
Delete