Bukanlah barang yang baru bahwa pernah ada kehidupan sosial, budaya, dan spiritual yang mengacu pada seks. Sebut saja konsep “lingga dan yoni” yang sudah ada sejak zaman Hindu atau barangkali sudah ada pula konsep serupa yang hidup di masa animisme dan totemisme. Sejarah Nusantara sendiri tidak terlepas dari hal tersebut, bahkan setelah masuknya Islam. Di awal transisi zaman Hindu ke Islam, terjadi asimilasi budaya dan kepercayaan. Peleburan nilai-nilai Islami, Hindu, dan falsafah Jawa Kuno terjadi. Persoalan seks termasuk di dalamnya. Hal ini, salah satunya dapat disimak di dalam Serat Centhini yang disusun oleh tiga pujangga keraton atas titah Anom Amengkunegara III (Surakarta) pada awal abad ke-19. Dalam Serat Centhini , seks bukanlah pemanis belaka. Hal itu bahkan mungkin menjadi sumbu esensi karya ini. Seks tidak berdiri sendiri. Sesembrono apa pun adegannya, ia berkelindan dengan berbagai hal, termasuk dengan nilai-nilai ilahi. Cebolang dan Nurwitri menyerap kenikmatan para gadi...
Teman berbagi untuk kamu yang ingin, sedang, dan telah berbahagia.