Bagi sebagian orang, berjalan kaki mungkin merupakan aktivitas yang cukup melelahkan dan membosankan. Apalagi jika orang-orang tersebut memiliki waktu yang sangat sempit untuk mengejar sesuatu, bisa dipastikan bahwa mereka akan lebih memilih menggunakan kendaraan ketimbang berjalan kaki.
Namun, bagi saya, berjalan kaki bukan hanya bergerak melangkahkan kaki dengan tujuan tertentu. Berjalan kaki adalah seni melepaskan emosi yang baru saya tahu ternyata juga memiliki banyak manfaat secara intelektual dan spiritual.
Ketika saya merasa marah dengan suatu keadaan atau emosi negatif lainnya, saya memilih untuk menghabiskan waktu dengan berjalan kaki tanpa tujuan ketimbang menghabiskan energi untuk memendam kemarahan dengan berdiam diri di rumah. Saat berjalan kaki melintasi suatu tempat, saya tidak hanya melihat bagaimana tempat itu berdiri, tapi juga merasakan bagaimana energi yang ada di sekitarnya. Begitu juga ketika saya bertemu dengan orang-orang baru di tengah perjalanan, saya merasa energi saya kembali pulih dan emosi negatif saya pun hilang seketika.
Apakah semua orang merasakan hal yang sama ketika berjalan kaki? Saya tidak tahu. Tapi, dari apa yang saya baca, ternyata cukup banyak manfaat yang bisa kita dapat dari berjalan kaki. Bahkan, saya sudah merasakan manfaat-manfaat tersebut jauh sebelum saya mengetahui faktanya.
Dalam artikel berjudul Why Walking Help Us Think yang dipublikasikan di The New Yorker, Ferris Jabr menulis bahwa ketika kita berjalan-jalan, performa memori otak dan perhatian kita bekerja lebih baik; sel-sel otak kita membangun koneksi baru, mencegah terjadinya penurunan fungsi otak seiring bertambahnya usia; dapat secara aktif mengubah kecepatan berpikir kita; dan membuat kita lebih cermat dalam mengamati berbagai macam hal yang ditemui selama perjalanan. Inilah yang pada gilirannya mampu membantu menghasilkan ide-ide dan wawasan baru.
Charles Darwin, Friedrich Nietzsche, William Wordsworth, dan Aristoteles adalah para pejalan obsesif yang menggunakan ritme berjalan untuk membantu mereka menghasilkan ide. Sementara semua bentuk olahraga telah terbukti mengaktifkan fungsi otak, berjalan kaki juga terbukti dapat mendorong kreativitas.
Berjalan tanpa tujuan, dengan tujuan
Hm, gimana sih katanya berjalan tanpa tujuan; tapi dengan tujuan?
Ya, awalnya saya pikir memang ketika ingin melepaskan emosi negatif yang sedang saya rasakan, saya berjalan tanpa tujuan. Secara fisik, mungkin benar, saya berjalan tanpa tujuan. Ke mana saja deh yang penting jalan!
Tapi, setelah saya pikir lebih jauh, pada akhirnya saya memang berjalan kaki tanpa tujuan karena memiliki tujuan, yaitu melepaskan emosi negatif. Selain tujuan tersebut, di tengah perjalanan, kamu mungkin akan menemukan manfaat lain selain tujuanmu. Misalnya, beberapa manfaat “berjalan tanpa tujuan dengan tujuan” berikut ini.
1. Menemukan perspektif baru
Berjalan tanpa tujuan secara tidak langsung mendorong saya untuk mencermati bagaimana matahari bergerak, angin berhembus, dan pepohonan bergoyang selagi saya berjalan. Saat itulah, otak saya berpikir betapa luasnya alam semesta ini dan saya pun merasa ada momen kebahagiaan yang tidak bisa saya dapatkan dari sekadar berdiam diri di rumah. Dengan perspektif tersembunyi seperti ini, saya berhasil menemukan semangat baru untuk menjelajahi berbagai tempat lain yang belum pernah saya kunjungi.
2. Terhubung secara positif dengan orang lain
Ketika berpapasan dengan orang baru di tengah perjalanan, saya merasa ada energi baru yang terhubung ke dalam diri saya, sekalipun kami tidak mengobrol sedikit pun. Momen inilah yang membuat saya lebih dapat melihat hal-hal di depan saya dengan perspektif yang sama sekali berbeda. Misalnya, ketika saya melihat sepasang muda-mudi sedang asyik berkencan, saya tidak melihat mereka sebagai tabu yang perlu dihindari atau ditertawakan. Saya melihat adanya kesenangan dari tawa mereka dan rasa cinta yang ada di lubuk hati mereka.
3. Mendapat wawasan lain tentang makna hidup
Sering kali saya merasa lelah saat berjalan kaki, lalu memutuskan untuk rehat sejenak di lapak pedagang kaki lima. Pada saat itu, terjadilah komunikasi singkat antara saya dengan si penjual. Pembicaraan yang tadinya sebatas “Beli kopi 1” bergerak lebih dalam menjadi “Udah lama mangkal di sini, Pak?” yang kemudian berhasil membawa pembicaraan kami ke topik yang lebih dalam.
Inilah momen yang paling saya suka dari berjalan tanpa tujuan: menemukan wawasan lain tentang makna hidup. Ketika saya menilai si penjual kopi sebagai orang yang terpaksa berjualan kaki di tengah teriknya matahari, lantas si penjual kopi dengan entengnya menjawab bahwa berjualan di tengah terik matahari adalah jalan kehidupan yang dia pilih untuk bersyukur pada Tuhan karena masih diberi rezeki untuk mencari nafkah atau sekadar bertegur sapa dengan sesama pedagang kaki lima lainnya.
4. Merasa lebih bersyukur dan bermakna
Dari perjalanan dan pembicaraan singkat dengan orang-orang asing inilah saya kemudian mendapatkan manfaat berjalan tanpa tujuan yang lebih besar ketimbang manfaat fisik lainnya. Saya merasa terhubung dengan alam dan orang-orang sekitar saya sehingga saya pun merasa lebih bersyukur dan bermakna. Bersyukur karena masih bisa berjalan kaki dan bermakna karena bisa bertemu dengan orang-orang baik seperti mereka.
5. Menemukan diri sendiri
Frederic dan Mary Ann Brussat dalam Spirituality and Practice menyebutkan bahwa berjalan telah memainkan peranan yang besar dalam kehidupan bakti orang-orang religius dari semua agama di dunia: doa dan latihan mantra sambil berjalan, ziarah ke tempat-tempat suci, berjalan di labirin, meditasi jalan, dan latihan spiritual informal.
Penelitian menunjukkan bahwa berjalan kaki dapat mencapai keadaan kesadaran yang sebanding dengan meditasi. Bahkan ketika kita tenggelam dalam pikiran saat berjalan, kita akan disadarkan untuk kembali ke momen “saat ini”. Dengan kata lain, berjalan tidak hanya menyadarkan kita tentang apa yang ada di luar diri, tapi juga apa yang ada di dalam diri.
Apakah kamu merasakan hal yang sama saat “berjalan tanpa tujuan dengan tujuan”? Share pengalamanmu di kolom komentar, ya.
Above all, do not lose your desire to walk. Every day, I walk myself into a state of well-being and walk away from every illness. I have walked myself into my best thoughts, and I know of no thought so burdensome that one cannot walk away from it. But by sitting still, and the more one sits still, the closer one comes to feeling ill. Thus if one just keeps on walking, everything will be alright.
― Søren Kierkegaard, Letter to Henrietta Lund, 1847
Comments
Post a Comment